Ini adalah penemuan yang sangat penting dari teleskop landas layang Spitzer yaitu kelahiran planet yang diperkirakan mirip dengan Bumi. Diberitakan pada akhir Maret lalu bahwa sebuah bintang yang berjarak 430 tahun cahaya dan berusia muda sekira 10 - 16 juta tahun dikitari oleh awan debu yang didalamnya sedang terbentuk planet bebatuan seperti halnya Bumi.Kesimpulan tersebut diambil melalui analisa citra inframerah yang dikirimkan teleskop Spitzer dengan beberapa pertimbangan, yaitu :
1. Lokasi terbentuknya planet di atas pada wilayah ideal di sekitar bintang, yaitu sejarak Bumi-Matahari, sehingga memungkinkan akan terbentuk atmosfer, kemudian diikuti oleh terbentuknya air, dan beberapa juta tahun kemudian akan menjadi planet yang mendukung munculnya kehidupan;
2. Planet tersebut terbentuk di dalam sabuk debu raksasa, bahkan berukuran lebih besar dari sabuk asteroid di Tata Surya kita. Debu-debu itulah yang merupakan bahan baku terbentuknya material batuan, yang menurut analisa citra dari teleskop Spitzer, memiliki kemiripan dengan materi lempengan dan inti Bumi.
3. Keberadaan lingkaran sabuk es disekitar planet yang nantinya menjadi sumber terbentuknya air di permukaan planet. Untuk memungkinkan terbentuknya kehidupan di air yang terbentuknya nantinya, masih diperlukan waktu setidaknya 100 juta tahun.
Secara teoritis, palnet tersebut akan menjadi planet bebatuan secara utuh, entah seperti Mars, Bumi atau Venus dalam waktu milyaran tahun lagi. Meskipun begitu, hasil pengamatan teleskop Spitzer ini sangat berarti. Kita disuguhi pemandangan awal sekali terbentuknya planet di sekiar
bintang yang berusia sangat muda.
Mengenal Teleskop Spitzer
Teleskop Spitzer adalah teleskop antariksa pertama yang diluncurkan dalam lintasan orbit Bumi. Teleskop ini selalu mengekor gerak Bumi mengitari Matahari.
Dicetuskan oleh astronom Lyman Spitzer (26 Juni 1914 - 31 Maret 1997) saat menjabat ketua Departemen Astrofisika Universitas Princeton di usianya ke 33 tahun pada 1946. Teleskop berbiaya 2,2 milyar dollar AS diluncurkan pada 25 Agustus 2003 dengan roket Delta II jam 01.35 waktu setempat dari Cape Canaveral, Florida, AS, setelah penundaan dan mengalami pengembangan selama 2 dekade.
Semula teleskop ini bernama Space Infra Red Telescope Facilities (SIRTF) karena beroperasi di rentang cahaya inframerah dengan panjang gelombang 3-180 mikrometer. Sebagai penghormatan terhadap penggagasnya, nama teleskop diubah menjadi Teleskop Spitzer.
Untuk mendapatkan kemampuan teleskop seperti yang dimaksudkan, teleskop dengan berat 865 kg dan tinggi 4 m lensanya terbuat dari berilium, sebuah material yang amat ringan, yang didinginkan di dalam helium cair sebanyak 360 liter pada temperatur dibawah - 268 derajat C. Mendekati temperatur nol mutlak.
Melalui lensa berdiameter 85 cm dan berat 50 kg itulah para astronom mendeteksi obyek alam semesta yang bertemperatur amat rendah yang tidak teramati melalui cahaya tampak,seperti proses terbentuknya bintang.Dimana sebuah benda yang berada di pusat piringan akresi belum melakukan reaksi fusi nuklir di intinya.
Kemampuan yang menakjubkan inilah yang membawa manusia melihat “kenyataan lain”, kosmos yang sedang membentuk yang diselubungi oleh awan gas dan debu raksasa.
Tertunda
Spitzer merupakan sistem peneropongan bintang sistem peneropongan bintang (Great Observatories) ke-empat yang diluncurkan NASA. Sebelumnya telah diluncurkan Teleskop Antariksa Hubble pada 1990; Gamma Ray Observatory, pada 1991 dan Chandra X-Ray Observatory pada 1999. Keempat teleskop tersebut memiliki fungsi berbeda karenanya bekerja pada rentang panjang gelombang berbeda.
Bila mengikuti jadwal semula harusnya Spitzer diluncurkan pada 1990, setelah direncanakan dengan matang pada 1983. Perubahan penting teleskop Spitzer adalah posisi orbitnya di antariksa.
Bila semula akan diletakkan mengitari Bumi, seperti halnya teleskop Hubble, kemudian diubah di orbit Bumi. Artinya teleskop ini berada di orbit heliosentris. Spitzer mengitari Matahari, sebagaimana halnya Bumi.
Menggunakan cahaya Matahari sebagai sumber energinya, semula teleskop ini berjarak 42 juta km dari Bumi dan bertambah 18 juta km tiap tahunnya. Dengan cara ini memberikan keuntungan yaitu selain bisa menghemat sumber tenaga listriknya, Spitzer tidak terganggu oleh panas yang dipantulkan Bumi.
Selain itu, panel surya yang bertugas menangkap radiasi Matahari juga berfungsi melindungi teleskop “supaya tetap dingin “, saat yang sama melindungi arah pandang teleskop yang dioperasikan selalu menjauhi arah Matahari.
Amat Sensitif
Melalui cermin utama berdiameter hampir 1 m yang ekstra sensitif (benda seukuran remote kontrol TV sejauh 40.000 km mampu dideteksi) dan amat dingin, panas serendah apapun di kedalaman antariksa yang merentang dalam panjang gelombang inframerah dideteksi, dipantulkan dan difokuskan menuju cermin sekunder yang lebih kecil yang berhadapan dengan cermin utama.
Selanjutnya dipantulkan lagi melewati lobang di bagian tengan cermin utama menuju tiga instrumen ilmiah yang ditempatkan dibelakang cermin utama. Ketiga instrumen itu adalah Fotometer Pencitraan Multikanal (MIPS), Spektograf inframerah (IRS) dan Kamera Susunan Inframerah (IRAC) akan menganalisa cahaya inframerah dalam berbagai frekuensi (atau panjang gelombangnya). Tangki helium cair diletakkan dibagian bawah ketiga instrumen tersebut.
Dengan kemampuannya seperti di atas, dalam 3 tahun ini, teleskop Spitzer telah memberikan informasi yang berharga mengenai objek-objek alam semesta,terutama proses lahirnya bintang baru yang berada dalam selubung awan gas dan debu.
Layaknya dokter dengan peralatan medis USG untuk melihat dan memantau perkembangan janin di dalam rahim, Spitzer memainkan peran mengungkap keajaiban-keajaiban alam semesta yang tidak kasat mata. “Dunia gelap” dalam pandangan cahaya tampak yang ternyata begitu hingar bingar dalam pandangan Spitzer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar